TEKNOLOGI MOBIL HYBRID
Motor
bensin merupakan teknologi kendaraan yang masih memanfaatkan bensin sebagai
sumber energi utamanya.
Bensin
dari tanki diproses sedemikian rupa (karburasi ataupun injeksi) lalu dicampurkan
dengan udara dalam perbandingan tertentu untuk kemudian dibakar di dalam
silinder mesin atau yang biasa disebut teknologi “Internal Combustion Engine” (IC Engine). Ledakan yang ditimbulkan oleh
proses pembakaran ini memberikan tekanan dalam silinder dan menciptakan gerakan
reciprocate (naik-turun) piston.
Gerakan piston inilah yang kemudian dikonversi menjadi putaran untuk
menjalankan kendaraan.
Dewasa
ini, penggunaan kendaraan berbahan bakar bensin paling banyak diminati. Tak
heran, selain teknologinya yang cukup simple, kinerjanya terbukti baik.
Infrastruktur yang tersedia untuk kendaraan ini pun lengkap, dari mulai suku
cadang, service center, stasiun pengisian, semuanya siap.
Minat
masyarakat akan teknologi ini pun kian meningkatkan budaya konsumstif
masyarakat akan bensin yang tergolong sumber energi tak terbarukan ini. Bensin
kini telah menjadi sumber energi pokok masyarakat dunia yang semakin dinamis,
terutama pada sektor transportasi.
Kendati demikian, menurut Kepala Bidang Pengendalian
Pencemaran Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Palembang, Novrian Fadillah,
emisi gas sisa yang dihasilkan oleh proses pembakaran pada teknologi motor
bensin turut menyumbang 80% dari total pencemaran udara di Indonesia (http://www.situshukum.com/). Hal tersebut menjadi faktor kuat maraknya isu
pemanasan global dan kelangkaan minyak bumi.
Alasan
itulah yang mendasari mulai dikembangkannya berbagai solusi teknologi
alternatif untuk mengatasi kerentanan kita akan hal tersebut. Salah satu yang
kini sedang ramai dikembangkan dan mulai direalisasikan adalah Teknologi Mobil
Hybrid.
Pada
intinya, teknologi ini merupakan perpaduan antara teknologi konvensional mesin
bensin dengan teknologi penggerak motor listrik yang bekerja secara
komplementer. Penggunaan kedua sumber energi yang berbeda ini ditujukan untuk
meningkatkan efektivitas dalam menghemat bahan bakar dan juga menekan angka
pencemaran udara yang ditimbulkan oleh emisi gas sisa hasil dari proses
pembakaran dalam mesin.
Secara
sederhana, teknologi Mobil Hybrid memiliki beberapa mode pengemudian yang
disesuaikan dengan kondisi lalu lintas di negara kita;
Pertama, mode EV (electric
vehicle) yang bekerja saat start awal hingga kecepatan rendah. Baterai
memberikan energi listrik kepada motor listrik yang kemudian akan memutar roda
mobil. Ketika mobil sudah berjalan hingga mencapai kecepatan konstan, IC engine
mulai bekerja sesekali untuk membantu kerja motor listrik. Seperti yang
dilansir pada http://ridomanik.blogspot.com/
mode ini mampu menempuh jarak maksimum sejauh 1 km (kondisi full battery)
dengan kecepatan 45 km/jam.
Gambaran
kerja Teknologi Mobil Hybrid
Kedua,
mode akselerasi yang bekerja ketika kendaraan mulai menambah kecepatan. IC
engine dan motor penggerak listrik bekerja secara bersamaan sehingga didapat double power untuk menjalankan
kendaraan. Ketika kendaraan telah mencapai kecepatan tinggi yang konstan, IC
engine mengambil alih peran sebagai power
source dan motor listrik hanya sesekali saja membantu. Kombinasi dua sumber
daya ini makin meningkatkan efisiensi penggunaan bahan bakar dimana konsumsi
bahan bakar lebih sedikit utuk menempuh jarak yang sama dibanding dengan mobil
konvensional.
Ketiga, mode
recovery yang bekerja ketika kendaraan mengalami perlambatan. Saat perlambatan,
kondisi roda mengerem, tapi masih ada sisa putaran dari mesin. Sisa putaran
inilah yang digunakan untuk memutar generator dan kemudian mengkonversinya menjadi
energi listrik sebagai supply isi ulang baterai. Sehingga meningkatkan
efektivitas dari kinerja kendaraan dimana potensi terjadinya loss power saat mengerem dikurangi.
Gambar
komponen mobil hybrid
Dengan
adanya perkembangan teknologi ini tentunya memiliki beberapa segi positif.
Teknologi hybrid dapat mengurangi kekhawatiran kita akan kian meningkatnya
harga BBM. Dan sekali lagi, implementasi teknologi hybrid dapat meningkatkan
prosentase efektivitas penggunaan BBM serta menekan angka polusi yang timbul
dari mobilitas kendaraan bermotor.
Hanya
saja yang membuat harganya jadi mahal, teknologi ini memiliki desain internal
yang rumit sehingga orang masih enggan membelinya. Ditambah lagi, ketersediaan
infrastruktur penunjang teknologi ini seperti stasiun pengisian tenaga
listriknya yang belum memadai, memperkecil kemungkinan baterai dapat berfungsi
dalam waktu yang lama di segala medan jalan tanpa harus sering isi ulang.
Kekurangan
tersebut menyadarkan kita bahwa masih banyak yang harus dibenahi dan diupayakan
terlebih dahulu agar teknologi ini dapat bekerja secara optimal.
(ATSANI
UMARUL ARIFIN)
Referensi
lain :
No comments:
Post a Comment